Nekat! 36 Pendaki Lakukan Pendakian Ilegal di Gunung Gede Saat Jalur Ditutup
Jakarta – Sebanyak 36 pendaki ilegal ditindak oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP) setelah tetap nekat melakukan pendakian saat jalur resmi ditutup sementara. Kejadian ini kembali menyoroti persoalan kedisiplinan pendaki terhadap aturan keselamatan dan kelestarian alam.
Asal Jabodetabek, Masuk Lewat Jalur Gunung Putri
Pendaki berasal dari Depok, Jakarta, Sukabumi, Bogor, dan sekitarnya. Mereka masuk melalui jalur Gunung Putri tanpa mengantongi izin resmi atau Simaksi dari sistem pendaftaran BBTNGGP.
“Mereka tidak sabar untuk naik, jadi memilih jalur ilegal dan tanpa daftar Simaksi,” kata Humas BBTNGGP Agus Deni, Minggu (26/10/2025).
Sanksi Berat untuk Pendakian Ilegal di Gunung Gede
Petugas menindak tegas para pendaki ilegal tersebut. Mereka diminta turun dan menerima sanksi berupa:
- Membayar 5 kali lipat biaya resmi pendakian
- Wajib membuat video permohonan maaf dan mengunggahnya di media sosial
Jika mereka mengulangi pelanggaran, sanksi lebih berat akan dijatuhkan untuk menimbulkan efek jera.
Pengawasan Jalur Pendakian Ditingkatkan
Untuk mencegah kejadian serupa, penjagaan akan diperketat di seluruh pintu masuk pendakian dan jalur alternatif yang sering digunakan para pendaki ilegal.
Penutupan Jalur untuk Pemulihan Ekosistem
Gunung Gede Pangrango ditutup sejak 13 Oktober 2025. Keputusan ini tercantum dalam Surat Edaran Nomor PG.06/T.2/TU/B/10/2025 terkait penutupan wisata pendakian.
Tujuan penutupan adalah pemulihan ekosistem hutan akibat tingginya volume sampah yang ditinggalkan pendaki setiap tahunnya.
Gunung Gede Tetap Jadi Favorit Pendaki
Gunung Gede dan Pangrango merupakan destinasi utama pendakian karena:
- Panorama yang indah
- Flora & fauna endemik yang beragam
- Lokasi dekat kota besar seperti Jakarta dan Bogor
Namun, tingginya minat pendakian juga memunculkan masalah serius, terutama kerusakan ekosistem dan sampah.
Ajak Pendaki Lebih Tertib dan Peduli Lingkungan
Pihak TNGGP mengimbau seluruh pendaki untuk mengikuti aturan, menghormati masa pemulihan gunung, serta selalu bertanggung jawab terhadap alam.
“Gunung bukan tempat pelarian tanpa aturan. Jaga kelestarian, patuhi prosedur,” tegas Agus.
— Tim Info Pendakian Indonesia
