Episode Baru Seteru Eks Dosen UIN Malang Imam Muslimin Vs Tetangga Sahara
Malang – Konflik antara eks dosen UIN Malang, Imam Muslimin, dengan
tetangganya, Sahara, kembali mencuat ke publik. Perseteruan yang berlangsung di kawasan
Joyogrand Kavling Depag III Atas, Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, ini dipicu oleh
klaim tanah waqaf di depan rumah Imam.
Kronologi Awal Perseteruan
Lewat akun Instagram pribadinya, Imam menegur Sahara agar tidak mendirikan bangunan di atas tanah yang ia klaim
telah diwaqafkan untuk fasilitas umum. Bahkan, di depan rumah Imam kini terlihat pagar bambu yang
berdiri menempel dengan akses jalan. Imam meminta agar pagar tersebut digeser ke sisi utara.
Versi Imam Muslimin dan Istrinya
Istri Imam, Rosida Vignesvari, menuturkan bahwa tanah tersebut dibeli pada tahun 2007.
Sebagian tanah kemudian disedekahkan untuk dijadikan jalan umum, sesuai permintaan pengembang.
Oleh karena itu, ia menolak keras jika tanah yang mereka sebut sebagai sedekah justru dipakai untuk
kepentingan pribadi tetangga.
Poin Keberatan dari Pihak Imam
- Tanah sudah disedekahkan sejak 2007 untuk akses jalan.
- Pagar bambu dibuat untuk parkir mobil dan kandang ternak, bukan sesuai peruntukan awal.
- Mobil-mobil Sahara sering parkir di depan rumah Imam.
Rosida juga menegaskan bahwa pagar bambu itu dibuat oleh pekerja Sahara dan suaminya pada Kamis minggu lalu.
“Intinya, tanah itu untuk jalan, bukan parkiran atau kandang,” katanya.
Versi Sahara: Tanah Bukan Milik Imam
Di sisi lain, Sahara membantah semua tuduhan. Ia menegaskan bahwa dirinya sudah tinggal di kawasan tersebut
hampir lima tahun, sedangkan Imam baru menempati rumah sekitar setahun terakhir. Menurutnya, akses jalan yang
dipersoalkan bukan milik Imam, melainkan milik pihak lain.
“Kami ada bukti dan keterangan pemilik, bahwa tanah itu bukan milik dia (Imam Muslimin).
Jadi bukan tanah waqaf,” tegas Sahara.
Kesimpulan
Kasus ini menunjukkan rumitnya persoalan status kepemilikan tanah di lingkungan perumahan.
Seteru antara Imam Muslimin dan Sahara kini bukan hanya persoalan pribadi, melainkan juga sudah
menjadi perhatian publik. Publik menunggu penyelesaian resmi agar konflik serupa tidak terus berulang.
