Berproduksi Selama 140 Tahun, Cap Meong Jadi Legenda Tauco Cianjur
Tauco Cap Meong dari Cianjur, Jawa Barat, telah menjadi legenda kuliner sejak pertama kali diproduksi pada tahun 1880. Dirintis oleh pasangan imigran Tionghoa, Babah Tasma (Tan Kei Hian) dan Nyonya Tasma (Tjoa Kim Nio), tauco ini kini dikelola oleh generasi kelima keluarga Tasma. Keberadaannya bukan hanya sekadar bumbu dapur, melainkan bagian dari sejarah panjang kuliner Nusantara.

Sejarah Tauco Cap Meong di Cianjur
Pada awalnya, tauco diproduksi secara rumahan. Uniknya, Babah Tasma membuat tauco bercita rasa manis, sementara Nyonya Tasma menyuguhkan rasa asin yang lebih disukai masyarakat lokal. Dari perbedaan inilah lahir dua merek: Cap Gedong milik Babah Tasma, dan Cap Meong milik Nyonya Tasma. Kini, yang tetap bertahan hanyalah Cap Meong.
Asal Usul Nama Cap Meong
Nama “Meong” konon berasal dari tapak hewan yang ditemukan di rumah keluarga Tasma. Meong di sini bukanlah kucing biasa, melainkan hewan sejenis kucing besar, meski tidak sebesar harimau. Nama tersebut kemudian dijadikan merek dagang yang bertahan hingga kini.
Legenda Tauco di Nusantara
Sejarawan kuliner menyebut tauco berakar dari bumbu masak Tiongkok kuno bernama jiang. Di Nusantara, referensi tertua mengenai tauco ditulis oleh Prinsen Geerligs pada 1895–1896. Seiring waktu, tauco tidak hanya menjadi bumbu dapur, tetapi juga ikon budaya kuliner yang diwariskan lintas generasi.
Cap Meong di Era Modern
Saat ini, pengelolaan tauco Cap Meong berada di tangan Stefany Tasma, generasi kelima keluarga pendiri. Dengan latar belakang pendidikan manajemen, Stefany memberikan sentuhan modern seperti:
- Kemasan berwarna dan desain label yang lebih menarik
- Diversifikasi produk berbahan dasar tauco
- Pembukaan outlet baru di lokasi strategis
- Penjualan online untuk menjangkau pasar lebih luas
- Promosi aktif di media sosial, termasuk Instagram
Ikon Kuliner yang Abadi
Selama lebih dari satu abad, Tauco Cap Meong tetap menjadi kebanggaan Cianjur. Dengan kombinasi tradisi dan inovasi, produk ini tidak hanya sekadar bumbu dapur, melainkan simbol ketahanan dan identitas kuliner lokal yang patut dilestarikan.