Bos PPI Nilai Usulan Koalisi Permanen Sebagai Serangan Balik Bahlil ke Cak Imin
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, memberikan analisis menarik terkait dinamika politik menjelang tahun 2026. Menurutnya, usulan koalisi permanen dari Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, bukan sekadar wacana stabilitas pemerintahan. Ia menilai langkah itu merupakan serangan balik kepada Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
Awal Polemik: Ajakan Taubat Nasuha dari Cak Imin
Polemik bermula saat Cak Imin mengajak tiga menteri melakukan taubat nasuha usai bencana yang menerjang wilayah Sumatera. Ajakan tersebut menyinggung kebijakan-kebijakan yang dinilai berkontribusi pada kerusakan lingkungan.
Adi Prayitno menyebut pernyataan itu seperti “mengajak perang”, karena menyasar sejumlah elit politik dan menteri strategis.
“Yang disebut itu adalah elite partai yang dinilai publik punya kontribusi terhadap kerusakan alam di Sumatera,” ujar Adi.
Bahlil Balas Sindiran: Usulkan Koalisi Permanen
Dalam pidatonya di acara HUT ke-61 Partai Golkar, Bahlil mengusulkan pembentukan koalisi permanen untuk pemerintahan Prabowo–Gibran. Menurut Adi, usulan ini bukan tanpa makna, melainkan sindiran halus untuk Cak Imin.
“Bahlil ingin menegaskan jangan sampai ada pihak yang dulunya rival, tapi sekarang terlihat paling berjasa,” kata Adi.
Adi menilai pesan itu diarahkan kepada Cak Imin yang bergabung ke pemerintahan bukan sejak awal, melainkan di tengah jalan.
Pesan Politik dari Koalisi Permanen
- Menegaskan loyalitas Golkar sejak awal kepada Prabowo Subianto.
- Menyindir pihak yang baru bergabung namun ingin tampil dominan.
- Membangun stabilitas politik menuju pemerintahan yang solid.
Bahlil juga menyampaikan keinginannya agar tidak ada partai dalam koalisi pemerintahan yang keluar-masuk sesuka hati.
“Jangan koalisi in-out, jangan koalisi di sana senang di sini senang,” ujar Bahlil.
Respons Atas Ajakan Tobat Nasuha
Sebelumnya, Cak Imin mengajak Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, dan Menteri Lingkungan Hidup untuk melakukan evaluasi total atas kebijakan yang diduga memicu bencana di Sumatera. Ia menyebut ajakan itu sebagai upaya komitmen moral pemerintah.
Pernyataan tersebut memicu berbagai reaksi, termasuk dari Bahlil yang menyebut Cak Imin justru perlu melakukan taubat nasuha.
Dinamika Politik Jelang 2026
Adi Prayitno menilai situasi ini menunjukkan bagaimana pisau hukum dan isu lingkungan menjadi alat politik yang sensitif menjelang kontestasi 2026. Narasi taubat nasuha dan koalisi permanen dianggap sarat pesan simbolis.
Pertarungan wacana antara Bahlil dan Cak Imin mencerminkan kondisi politik yang semakin menghangat, terutama terkait posisi partai-partai dalam pemerintahan Prabowo–Gibran.
Kesimpulan
Pernyataan Adi Prayitno memperlihatkan bahwa:
- Koalisi permanen bukan sekadar gagasan teknis politik.
- Usulan Bahlil memiliki arah politis untuk meng-counter Cak Imin.
- Isu bencana dan lingkungan kini menjadi bahan bakar tensi politik.
Dengan momentum menuju 2026, dinamika politik diprediksi semakin intens, terutama terkait posisi dan loyalitas partai dalam pemerintahan.
